Prinsif negara hukum secara universil menjamin terciptanya ketertipan, kepastian dan perlindungan hukum bagi hubungan lalu lintas kehidupan dalam kehidupana bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Perkembangan strategis kehidupan penyelengaraan pemerintahan dan negara dipengaruhi oleh dinamika kehidupan masyarakat yang semakin maju yang mendorong terjadinya perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan. Di antara perubahan tersebut, hadirnya lembaga baru, yaitu Majelis Pengawas Notaris yang dibentuk berdasarkan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Disebutkan, bahwa pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri. Dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM. Selanjutnya, bahwa dalam rangka melaksanakan pengawasan atas Notaris, Menteri membentuk Majelis Pengawas Notaris. “Dalam perjalanan tahun keempat sejak Majelis Pengawas Notaris dibentuk tahun 2005, kita akui pelaksanaan tugas pengawasan terhadap Notaris belum sepenuhnya efektif’’, ungkap Abdul Bari Azed Ketua Majelis Pengawas Pusat Notaris dalam sambutannya ketika melantik Baldwin Simatupang, BcIP, SH Kepala Kanntor Wilayah Depkumham Maluku sebagai anggota Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Maluku bulan Juni yang lalu. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembinaan terhadap Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah agar dalam melaksanakan tugas berjalan secara efektif dan bertanggungjawab. “Mengingat, keberadaan lembaga ini berfungsi dalam rangka mewujudkan prinsif hukum yang menjamin terciptanya ketertipan, kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat yang menggunakan jasa Notaris”, lanjut Abdul Bari Azed yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Depkumham.
Usai acara pelantikan dilanjutkan acara sosialisasi pelaksanaan tugas Majelis Pengawas Notaris ke Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Maluku. Baldwin Simatupang yang baru saja dilantik sebagai anggota Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Maluku dalam sambutannya mengatakan, “sejak dibentuk Majelis Pengawas Notaris baru pertama kali Majelis Pengawas Pusat Notaris melakukan sosialisasi di Provinsi Maluku. “Untuk itu Saya menyampaikan perasaan terhormat karena sosialisasi dilaksanakan bertepatan baru hitungan bulan Saya bertugasa sebagai Kepala Kantor Wilayah di Provinsi Maluku ini”, ujar mantan salah seorang Direktur di Ditjen HAM Departemen Hukum dan HAM. Menurutnya, Maluku yang dijuluki provinsi seribu kepulauan memiliki tingkat kesulitan sendiri dibidang transportasi, berbeda dengan provinsi lainnya dalam melakukan pengawasan dan pemibinaan terhadap Notaris. Saat ini di Provinsi Maluku baru ada 11 (sebelas) orang Notaris dan 7 (tujuh) orang di Kota Ambon. Mengingat salah satu tugas penting pembinaan dan pengawasan dalam pemeriksaan Protokol Notaris adalah melakukan kunjungan satu kali dalam satu tahun atau sewaktu-waktu jika diperlukan ke kantor Notaris, sesuai diamanatkan Pasal 70 huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. “Wewenang tersebut ada pada Majelis Pengawas Daerah sebagai ujung tombak pengawasan dan pembinaan”, ujarnya seraya menjelaskan bahwa Majelis Pengawas Daerah belum dibentuk di Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku, karena belum memenuhi persyaratan untuk dibentuk. “Karenanya wewenang melakukan pemeriksaan ke kantor Notaris diambil alih oleh Mejelis Pengawas Wilayah, namun tidak didukung oleh anggaran yang memadai”, tambahnya.
Minimnya anggaran yanag diberikan oleh pemerintah kepada Majelis Pengawas Notaris di semua tingkatan memang kenyataan yang dihadapi saat ini. Oleh karena itu, Abdul Bari Azed menganjurkan agar Kepala Kantor Wilayah di saat-saat menerima kunjungan kerja Komisi III DPR RI memasukkan pelaksanaan tugas dan fungsi Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah dalam laporan kinerja Kantor Wilayah Depkumham. “ Hal itu relevan mengingat wewenang pengawasan atas Notaris ada pada Menteri Hukum dan HAM, sedangkan Kepala Kantor Wiolayah merupakan perpanjangan tangan menteri di daerah” katanya. “Agar permasalahan yang dihadapi dalam pengawasan dan pembinaan Notaris familier dikalangan anggota Komisi III, dengan demikian kita harapkan yang membidangi anggoata Komisi III yang membidangi anggaran Depkumham ikut berjuang menambah perolehan anggaran Majelis Pengawas Notaris”, ucap Bari Azed berharap.
Sementara Winanto Wiryomartani anggota Majelis Pengawas Pusat dari unsur Notaris, menjelaskan bahwa tujuan sosialisasi adalah untuk menginformasikan pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan dan membangun persepsi yang sama dalam mengimplementasikan Undang-Undang Jabatan Notaris dan peraturan pelaksanaan lainnya. “ Agar tugas pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris berjalan secara efektif sesuai diharapkan”, ujar Notaris senior ini. Lebih lanjut ia jelaskan teknis pemeriksaan berkaitan Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris mengenai pengambilan minuta akta dan pemanggilan Notaris dalam proses peradilan. Selaian sudah ada Nota Kesepakatan antara Ketua INI dengan Kapolri, seharusnya penyidik kepolisian tidak lagi mengatakan “ urusan pemanggilan Notaris dalam rangka penyidikan semata-mata hanya menjalankan KUHAP dan soal Undang Undang Jabatan Notaris urusan Notaris”. “ Undang Undang Jabatan Notaris bukan semata-mata untuk kepentingan Notaris melainkan juga untuk kepentingan masyarakat, maka penyidik sebagai aparatur penegak hukum harus menghormati Undang Uundang Jabatan Notaris”, ujarnya. Karena itu, pemanggilan Notaris sebagai saksi atau tersangka harus mengikuti ketentuan Pasal 66 yang menyebutkan bahwa, “untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah”. Bahkan petunjuk pelaksanaannya telah diterbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomo: M.03.HP.03.10 Tahun 2007 tentang Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris.
Yang perlu menurut Winanto diperhatikan adalah mengenai permintaan cuti, “hati-hati menunjuk Notaris Pengganti, Notaris Pengganati menurut undang-undang jabatan notaris mempersyaratkan harus berpendidikan Sarjana Hukum dan telah berusia 27 tahun. Apabila hal ini dilanggar, maka aakan berimplikasi terhadap akta yang dibuat tidak mempunyai kekuatan hukum”, katanya.
Di lain pihak, Anna Erlyana anggota Majelis Pengawas Pusat Notaris dari unsur akademisi/ahli mengatakan bahwa Notaris bukan lembaga super body, maka tidak boleh sembarangan membuat akta agar tidak berhadapan dengan aparatur penegak hukum baik kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Disamping itu ia juga menyinggung Pasal 15 ayat 2 hurufr f Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagai “pasal krusial” karena belum dapat dilaksanakan secara efektirf. Majelis pengawas Pusat Notaris dalam kurun waktu jabatan 3 (tiga) tahun kedepan akan berusaha untuk melakukan pemikiran dan upaya mencari solusi. “Salah satunya beraudiensi dengan Menpan, mengingat Menpan adalah pembina kelembagaan pemerintahan. Maka persoalan Badan Pertanahan Nasional sebagai unsur kelembagaan pemerintahan yang tidak bersedia melayani Notaris yang bukan PPAT dalam mendaftarkan akta dibidang pertanahan yang dibuatnya, Menpan perlu mengetahui dan menjembatani pemahaman pelaksanaan Undang-Undang”, ujar profesor (baca: Guru Besar UI) ahli hukum tata usaha negara ini.
Mengahiri sosialisasi pelaksanaan tugas pengawawasan dan pembinaan terhadap Notaris di Provinsi Maluku ditutup oleh Abdul Barti Azed Ketua Majelis Pengawas Pusat Notaris denmgan mengatakan bahwa kriteria penyalahgunaan jabatan adalah bertindak tidak melaksanakan sesuai yanag diperintahkan oleh undang-undang atau bertindak di luar jurisdiksi jabatannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
hey bung bagaimana menurut anda pelayanan terhadap NOTARIS yang terdapat di DIREKTORAT JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM??? apakah sudah maksimal atau bagaimana???
Terimaksih.
Posting Komentar